1 akan menurunkan tunas di kolong langit.
Berkata Patotoqé,
serentak keduanya suami-istri Palingéqé berkata,
“Berapakah jumlah anak Adinda?”
5 Menjawab Sinaung Toja,
serentak keduanya berkata,
Guru ri Selleng suami-istri,
“Sembilan orang keturunanku, kakanda.
Yang sulung bernama Wé Nyiliq Timoq.
10 Itulah yang kupersiapkan menjadi raja di Toddang Toja.
Yang berikut dari Wé Nyiliq Timoq
bernama Linrung Talaga
menjadi raja di Uriq Liu
Adik raja di Uriq Liu
15 bernama Sangiang Mpareq
menjadi raja di ujung Pérétiwi.
Ia yang berambut panjang.
Adik raja Samudera
namanya La Wéro Ileq
20 ia raja di Toddang Soloq.
Adik raja di Toddang Soloq
bernama Dettia Langiq
menjadi raja di Uluwongeng.
Adapun adik Dettia Langiq
25 namanya I La Samudda.
Ia raja di Marawennang.
Adik I La Samudda
bernama La Wéro Unruq
menjadi raja di pinggir langit.
30 Adapun yang bernama I La Sanedda,
ia kujadikan pengawas di Uluwongeng.
Adapun anakku yang bungsu
ia menjadi raja di Lapiq Tana
menaikkan pasang, mengadu ombak,
35 memecahkan perahu besar,
mengajar penghuni bumi,
mengawasi kerbau dengan gembalanya,
menyesatkan orang di hutan.
Kalau kanda nanti menempatkan keturunan di kolong langit,
40 memantangkan kayu sengkona atas nama kita.
Sekian itulah keturunanku, wahai kakanda.”
Kembali bertanya penguasa telaga,
“Berapa pulakah jumlah keturunan kakanda?”
Berkata Patotoqé,
45 bersamaan dua berkata
Mutia Unruq suami-istri,
“Sembilan orang juga keturunanku, Adinda.
Yang sulung bernama La Togeq Langiq Batara Guru.
Adiknya bernama La Mégga Aji.
50 Adapun adik Aji Palallo
bernama Balala Riuq.
Adik Aji Palureng
bernama Dettia Tana.
Adik Aji Tellino
I La Galigo: Menurut naskah NBG 188, Jilid 1 [17]
1 Saling bersahutan penyeru semangat kehiyangannya
di atas peterana guruh.
Sembari menengadah berkata Patotoqé,
“Naiklah kemari Guru ri Selleng, To Akkarodda, Sinaung Toja,
5 kalian duduk di peterana guruh.”
Sinaung Toja pun naik duduk
di atas peterana gumawan
bertindih paha dengan To Palanroé.
Tengadah sembari berkata Mutia Unruq,
10 “Naiklah engkau kemari Guru ri Selleng
di peristirahatan bintang belantik
bertindih paha bersaudara.”
Tengadah sambil berkata Sangka Maléwa,
“Kemarilah, To Akkarodda,
15 di atas peterana petir.”
Maka naiklah duduk La Bala Unynyiq.
Berkata To Palanroé
serentak keduanya suami-istri berkata,
Datu Palingéq di Senrijawa,
20 “Adapun, Paduka Adinda,
kupanggil engkau naik ke langit,
kukumpulkan saudaraku
sepupu sekali, dan kemanakan kita
karena aku ingin menempatkan keturunan di bumi
25 dan diturunkan anak dewata ke permukaan,
memantangkan kayu sengkona atas nama kita.
Jangan dunia tetap kosong
terang tak berpelindung di kolong langit.
Kita bukanlah dewata, Adinda, kalau
30 tak ada orang menghuni dunia,
menyeru tuan kepada Batara,
menadahkan kedua tangan ke Pérétiwi.
Setelah sepakat kita bersaudara,
bersepupu sekali, sekemanakan,
35 baru kita sama menempatkan keturunan di bumi,
memantangkan kayu sengkona atas nama kita.
Jangan dunia tetap kosong
terang tak berpelindung di kolong langit,
di permukaan Pérétiwi.”
40 Serentak keduanya berkata
saudara To Palanroé dan kemanakannya,
“Apa masalahnya gerangan menempatkan keturunan, menurunkan anak?
Apakah ada yang berani membantahmu?
Bagiku sangatlah baik
45 menempatkan keturunan di kolong langit
menurunkan anak dewata menjelma.
Anak kakandalah seorang yang diturunkan,
sedang keturunan kami
mengapa tidak kakanda pertimbangkan nasibnya?”
50 Sangatlah senang hati La Patigana karena diturut
I La Galigo: Menurut naskah NBG 188, Jilid 1 [16]
1 Apakah engkau tidak mengetahui hanya satu keturunan
ia berdua dengan yang kita pertuan?
Seorang berkedudukan di Rualletté,
seorang lagi turun ke Toddang Toja
5 memerintah negeri di Uriq Liu.
Bersaudara pula Sri Paduka Guru ri Selleng
dan Datu Palingéq di Senrijawa.
Maka sepupu sekali tuanmu dengan yang memerintah di Pérétiwi,
ia tidak engkau perkenankan memasuki pagar istana halilintar.”
10 Bagaikan orang yang tersihir
Paddengngengngé, orang Sunra dan Pérésolaé.
Mundur berjongkok I La Sualang ke pagar.
Kemudian Sinaung Toja dan Guru ri Selleng,
raja Pérétiwi,
15 memasuki pagar istana halilintar bersama rombongan
ditaburi bertih keemasan penyeru semangat orang kehiyangan.
Lalu mereka menginjakkan kaki di tangga, kemudian naik
dipegangkan susuran kilat,
melangkahi ambang petir,
20 menelusuri lantai papan guruh,
didapatinya sedang bersimpuh
para bangsawan orang Abang.
Duduk berhimpitan para raja orang Abang.
Saling bersentuhan ikat kepala
25 anak dewata yang mengapit di Wawo Unruq.
Disiahkan orang untuk dilewati raja dari Pérétiwi.
Menyusuri dua ratus lima puluh
petak istana sao kuta itu.
Tiba melangkahi ambang guruh,
30 menyeruakkan pintu halilintar,
dilihatnya sepupu sekali dan kemanakannya
duduk berjejer bertindihan, bersentuhan pinggang
dan duduk bersentuhan ikat kepala.
Bagaikan saja nuri yang sedang mabuk
35 melirik-lirik pinggir mangkuknya,
memandangi busa minumannya.
Berdiri termenung penguasa telaga
memandangi sepupu sekali dan kemanakannya,
sama mengangkat mangkuk kilat.
40 Bagaikan halilintar suara teriakannya
Sinrang Mpatara beserta rombongan,
memekakkan telinga gelak tawanya yang berhamburan.
Telah hadir pula di sini
Sennéq Batara beserta rombongan.
45 Dilihatnya pada bagian utara
peterana istana yang diduduki To Palanroé,
Sangka Maléwa dari Ruang Kuttu.
Bagaikan orang yang menikmati madu
rasa hatinya penguasa Lapiq Tana
50 memandang saudaranya
saling beradu kipas petir orang Limpo Bonga.
I La Galigo: Menurut naskah NBG 188, Jilid 1 [15]
1 yang diduduki Palanroé.
Menyembah lalu berkata Wé Ati Langiq,
“Tampaknya seperti, Paduka Tuanku, yang ada di bawah sana
Paduka yang dipertuan di Toddang Toja
5 tak diperkenankan memasuki pagar halilintar bersama rombongan.”
Bagaikan orang yang menikmati madu
rasa hatinya Patotoqé suami-istri
mendengar ucapan I Ati Langiq.
Berkata To Palanroé,
10 “Bangkitlah kalian, para bangsawan Abang,
sama membawa talam emas
penuh berisi bertih keemasan
kauiringi kemari tuanmu
naik ke istana.”
15 Belum selesai ucapan Patotoqé suami-istri,
serentak semua berangkat
bangsawan orang Abang
yang bertindak sebagai dayang-dayang
di istana sao kuta pareppaqé, ribuan banyaknya
20 sama menadah talam emas
penuh berisi bertih keemasan.
Sujud menyembah seraya berkata
bangsawan dari Abang,
“Kutadahkan tapak tanganku,
25 bak kulit bawang tenggorokanku,
semoga tak terkutuk hamba menjawab perkataan Tuanku.
Kakanda Tuanku Patotoqé suami-istri menghendaki
agar Tuanku naik ke istana sao kuta pareppaqé.”
Dengan malas Sinaung Toja membuka mulut
30 lalu ia berkata,
“Perbuatan apa gerangan yang dilakukan orang Sunra padaku?
Menyerbu semua penjaga
pagar petir halilintar
tak memperkenankan orang banyak memasuki pagar halilintar.
35 Sedari tadi seharusnya daku beristirahat,
di balairung saudaraku.” Berpaling bangsawan orang Abang
menunjuki penjaga pagar istana petir
serentak keduanya berkata,
40 “Angkuh benar engkau, I La Sualang,
lancang mulutmu penjaga
pagar istana halilintar,
tak perkenankan mereka memasuki pagar istana halilintar
pengikut Sri Paduka.
45 Bersedialah engkau dihukum di bawah pohon asam.
I La Galigo: Menurut naskah NBG 188, Jilid 1 [14]
1 penguasa Pérétiwi bersama rombongannya.
Menyerbu semua burung hantu, setan,
bersama bangkit ular berbisa,
lipan raksasa dan ular sawah,
5 penjaga istana sao kuta
kediaman Patotoqé.
Maka ributlah burung hantu, burung cabak,
melihat ada orang bukan penghuni langit.
Bagaikan awan berarak saja
10 wajah Sinaung Toja
tampil ke depan menunjuki dengan jari tangannya Paddengngeng.
Meludah sembari ia berkata
yang dipertuan di Toddang Toja,
“Lancang benar kalian orang Sunra,
15 tiada sopan tuturmu I La Sualang,
engkau tidak perkenankan rombonganku
memasuki pagar halilintar,
masih jelas satu keturunan denganku Patotoqé.
Seorang tinggal di Boting Langiq
20 berkuasa di Rualletté.
Seorang turun ke Toddang Toja
menjadi raja di Pérétiwi,
bersaudara Guru ri Selleng
dengan Datu Palingéq di Senrijawa,
25 bersepupu sekali yang kaupertuan
penguasa di Pérétiwi,
kalian lancang tak memperkenankan rombonganku
memasuki pagar istana petir.”
Gemetar sekujur badan orang Sunra,
30 Paddengngeng, Pérésola,
To Alebboreng, Pulakali.
Semua undur berjongkok.
Bak orang yang tersihir saja
penjaga pagar istana halilintar itu,
35 serentak mereka berkata,
“Tuan kita rupanya, tidak kita ketahui
ia yang berkuasa di Pérétiwi,
kita mau berselancang
tak membiarkan mereka memasuki pagar istana halilintar.”
40 Kebetulan sekali
Wé Ati Langiq membuka jendela kilat sambil menjenguk.
Tampak olehnya penguasa telaga bersama rombongan
tak diperkenankan memasuki pagar halilintar.
Maka bangkitlah Wé Ati Langiq
45 masuk langsung duduk
di depan peterana nan gumawan
I La Galigo: Menurut naskah NBG 188, Jilid 1 [13]
1 “Bagaimanalah daku akan singgah bermalam, ananda,
sebab tergesa-gesa keberangkatanku,
sudah lewat pula hari yang ditentukan oleh orang tuamu.”
Maka berangkat lagi Opu Samudda bersama rombongan,
5 dibukakan penutup langit
tiba di wilayah Wawo Unruq.
Kebetulan sekali kemanakannya
sedang keluar ke gelanggang
mengumpulkan para pengawal andalannya.
10 Menyembah sambil berkata La Rumpang Mégga,
“Kur semangatmu, Paduka Raja nan agung,
singgahlah kemari di wilayahmu
istirahat di istanamu
bersantap aneka makanan orang Rualletté
15 yang tak dipanggang di atas api,
nanti setelah terbit matahari
kita beriring naik ke Rualletté.”
Serentak keduanya berkata
Opu Samudda suami-istri,
20 “Tak enak perasaanku
untuk bersantap di wilayahmu,
sebab tergesa-gesa keberangkatanku.
Nanti bila aku di istananya
Batara Wira yang memperanakkanmu,
25 Batara Déwi yang melahirkanmu
akan kumakan aneka makanan orang Senrijawa.”
Berangkat lagi penguasa telaga
tiba dibukakan pintu langit,
sampai memasuk wilayah Rualletté.
30 Dilihatnyalah istana sao kuta pareppaqé
istana sempurna kediaman saudaranya.
Maka gembiralah Sri Paduka
memasuki batas wilayah
pagar halilintar bersama rombongan.
35 Maka serempak bangkit Paddengngengngé, Pérésolaé,
To Alebboreng, Pulakalié,
I La Sualang, I La Bécociq,
penjaga pagar guruh
istana petir kediaman Patotoqé
40 sama menghambat, tiada memperkenankan
memasuki pagar istana petir
I La Galigo: Menurut naskah NBG 188, Jilid 1 [12]
1 menyabung ayam kebesaran andalannya.
Menyembah I La Sangiang, katanya,
“Singgahlah, Paduka Tuanku,
makan siang di wilayahmu.
5 Nanti kita seiring berangkat ke Boting Langiq,
sebab kami pun mendapat panggilan.”
Serentak keduanya berkata
Opu Samudda suami-istri,
”Bagaimanalah daku, ananda,
10 singgah bersantap di wilayahmu,
sedangkan masih jauh nian Rualletté,
sudah lewat pula hari yang ditetapkan oleh orang tuamu.”
Berangkat lagi Sinaung Toja bersama rombongan,
tiba dibukakan pintu batara
15 di wilayah Senrijawa.
Kebetulan sekali kemanakannya
sedang keluar berkeliling membangun wilayah.
Menyembah sambil berkata Aji Pawéwang,
“Singgahlah, Paduka Tuanku, bersantap siang.
20 Nanti kita seiring berangkat ke Rualletté,
sebab kami pun mendapat panggilan.”
Serentak keduanya berkata,
Guru ri Selleng suami-istri,
“Bagaimanalah daku, ananda,
25 akan singgah bersantap di wilayahmu,
sedangkan masih jauh nian Rualletté,
dan telah lewat pula hari yang ditetapkan oleh orang tuamu.”
Berangkat lagi penguasa telaga bersama rombongan,
dielu-elukan guntur sahut-menyahut.
30 Tiba pula ia dibukakan pintu batara
di wilayah Limpo Majang.
Kebetulan sekali kemanakannya
sedang keluar ke padang menyebar bintang
mengatur perbintangan.
35 Menyembah berkata Sangiang Kapang,
“Kemarilah, Paduka Tuanku,
singgah bermalam di balairungmu,
nanti kita seiring berangkat ke Rualletté,
sebab kami pun mendapat panggilan.”
40 Serentak keduanya berkata, penguasa telaga suami-istri,
I La Galigo: Menurut naskah NBG 188, Jilid 1 [11]
1 sedangkan masih jauh nian Boting Langiq
telah kulampaui pula hari yang ditentukan oleh orang tuamu.”
Berangkat pula penguasa telaga bersama rombongan.
Sampai lagi dibukakan pintu langit,
5 maka sampai pula ia di wilayah Langku-Langku.
Kebetulan sekali kemanakannya,
sedang keluar berkeliling membangun wilayah.
Menyembah Aji Pawéwang, katanya,
“Singgahlah, Paduka Tuanku,
10 di wilayahmu bersantap.
Nanti kita seiring berangkat ke Rualletté.”
Menjawab Guru ri Selleng suami-istri,
“Bagaimanalah aku anakanda akan singgah bersantap di wilayahmu,
masih jauh nian Boting Langiq,
15 sedangkan sudah lewat hari yang ditetapkan oleh orang tuamu.”
Berangkat lagi penguasa telaga
mengendarai awan ditandu oleh Sangiang Pajung.
Sampai lagi ia dibukakan pintu langit,
memasuki wilayah Mallagenni.
20 Kebetulan sekali kemanakannya
sedang keluar mengatur perbintangan.
Menyembah sambil berkata Aji Tellino,
“Singgahlah, Paduka Tuanku,
bersantap siang di wilayahmu.
25 Nanti kita seiring berangkat ke Boting Langiq,
sebab kami pun mendapat panggilan semua.”
Menjawab Sinaung Toja suami-istri,
“Bagaimanalah, Paduka Ananda,
daku akan singgah bersantap di wilayahmu,
30 masih jauh nian Boting Langiq,
sedangkan sudah lewat pula hari yang ditentukan oleh orang tuamu.”
Berangkat lagi penguasa telaga beserta rombongan,
mengendarai awan melangkahi mega berjejer.
Sampai pula dibukakan pintu langit,
35 masuk ke wilayah Mallimongeng.
Kebetulan sekali
sedang keluar kemanakannya ke pohon asam bersama rombongan
I La Galigo: Menurut naskah NBG 188, Jilid 1 [10]
1 “Mampirlah kemari, Tuanku,
makan siang di balairungmu
nanti kita beriring jalan naik ke Boting Langiq,
sebab kami pun mendapat panggilan.”
5 Menjawab Sinaung Toja,
“Kur jiwamu, Paduka Anakanda.
Aku tidak singgah makan siang di istanamu
karena masih jauh nian Rualletté,
telah tiba pula hari yang ditetapkan oleh orang tuamu.”
10 Naik pula saat itu penguasa telaga beserta rombongan
mengendarai awan ditandu oleh Sangiang Pajung.
Dibukakan pintu batara.
Kemudian sampailah pula ia di wilayah Mallagenni.
Kebetulan sekali kemanakannya
15 sedang keluar mengolah gunung besi.
Menyembah sambil berkata Aji Tellino,
“Singgahlah, Paduka Tuanku,
makan siang di wilayahmu.
Nanti kita seiring berangkat ke Boting Langiq
20 sebab kami pun mendapat panggilan.”
Berkata Sinaung Toja,
“Bagaimanalah, ananda, daku akan
singgah bersantap siang di istanamu,
sebab masih jauh nian Boting Langiq
25 sedang telah tiba pula hari yang ditetapkan oleh orang tuamu.”
Berangkat pula penguasa telaga
mengendarai awan melangkahi mega beriring,
dibukakan palang pintu langit,
tiba di daerah Mallimongeng.
30 Kebetulan sekali kemanakannya
sedang turun ke bawah pohon asam
menyabung ayam andalannya bersama para juaknya.
Menyembah sambil berkata I La Sangiang,
“Singgahlah ke sini, Paduka Tuanku,
35 bersantap siang di wilayahmu.
Kelak kita berangkat seiring ke Boting Langiq,
sebab kami pun mendapat panggilan.”
Menjawab Guru ri Selleng,
“Bagaimanalah, Paduka Ananda,
40 aku akan singgah bersantap siang di istanamu,
I La Galigo: Menurut naskah NBG 188, Jilid 1 [9]
1 yang senantiasa menghardik
Riuq Teppongeng dari tengah laut.
Saat itu bangkitlah Guru ri Selleng
mengenakan pakaian dari Toddang Toja,
5 kain bersuji benang emas dari Abang Letté
disemati emas urai yang murni.
Tidak ada yang dicari, tak ada yang tak dipunyai ragam warnanya
memakai ikat pinggang guntur,
keris emas buatan Mata Soloq yang telah diubah,
10 ikat kepala dari Busa Émpong orang Toddang Toja
bertepikan emas urai kuning berkilauan dari Abang
dihamburi bunga matahari kekuning-kuningan
demikian lengkapnya pakaian Guru ri Selleng.
Bangkit pula Sinaung Toja
15 berkemas mengenakan pakaian
sarung bersulam bak kembang waru
dengan baju sutera merah bersuji
berpinggirkan emas urai dari Toddang Toja,
bertaburkan kembang matahari dari Léténg Riuq,
20 gelang emas enam puluh lima buah sebelah-menyebelah
berbataskan gelang bepermata,
cincin besar lagi berat berbentuk mayang,
hiasan kuku bagaikan dedaunan.
Lengkaplah sudah pakaian Guru ri Selleng suami-istri.
25 Lalu duduk di atas peterana istana
bertindih paha suami-istri
mengepulkan asap pedupaannya, menurunkan badai,
menyalakan kilat, guntur bersahut-sahutan,
menaikkan air pasang, mengadu ombak.
30 Berangkatlah penguasa telaga
mengendarai kabut melangkahi mega beriring,
ditadah kabut dan hujan,
didahului cahaya kilat,
maka sampailah mereka di Boting Langiq
35 dibukakan pintu halilintar
penutup langit.
Maka sampailah di samping istana di Léténg Riuq.
Kebetulan sekali kemanakannya
berada di pebukitan menyabung petir
40 mengadu kilat menyorong total,
menyalakan api dewata.
Menyembah Balassa Riuq sambil berkata,